Skip to main content

Cinta Berbuih Sahabat


“Bang, roti ini berapa harganya ?”
“Cuman Rp.2000 kak !”
“Jeh, kenapa kamu yang jawab sih ! berapa bang ?”Tanyaku lagi.
“Rp. 2000 aja”
                Kemudian aku duduk di kantin dengan teman-temanku. “Dik, sini bentar”. Tiba-tiba temanku memanggil adik yang tadinya mengangguku. Huh, kesal deh ! dia di depanku lagi. Adik itu care sama siapa saja terutama sama kakak kelasnya. Lima menit aku menyimak pembicaraan mereka. Tiba-tiba dia memberikan senyum tak kusadari aku pun membalas senyumnya itu. Kemudian dia menanyakan namaku dan aku duduk di kelas berapa.
“Kakak kelas 3 IPA 1, nama kakak  Hyfie”
“Ouh, kakak tinggal dimana?”
“Emang kenapa ? Tanya melulu.”
“Pengen kenal aja sama kakak, boleh kan ?”
“Nama kamu siapa ?”
“Namaku Rofisa kak, aku kelas 1IPS 2.”
“Ouh, udah dulu ya Dik. Mau pulang nie lagian udah bunyi bel.”
Aku pulang dan dia pun juga pulang bersamaan dengan teman-temannya.
***
                Aku sekolah di SMA boarding school, kami hanya boleh keluar seminggu sekali. Hanya boleh membawa handphone yang tidak berkamera. Aku duduk di bangku kelas 3 IPA 1, sedangkan Rofisa duduk di kelas 1  IPS 2. Pagi sam pai sore kami belajar. Waktu kunjungan orang tua setelah Ashar. Sesudah shalat Maghrib kami belajar mandiri di kelas. Waktu untuk istirahat dan refreshing hanya saat ba’da Ashar dan  ba’da Isya.
                Peraturannya sangat ketat, kami nggak boleh berkiaran lagi diatas jam 11 malam. Ketika bel malam telah berbunyi. Awalnya aku risih, nggak nyaman sekolah yang berbasis boarding school karena aku tak pernah jauh dari orang tuaku. Aku adalah anak tunggal. Tapi sekarang perasaan yang mengganjal itu pergi sedikit demi sedikit. Hanya 6 bulan lagi aku duduk di bangku sekolah setelah itu, entahlah !!!
***
                Sesampai di kamar, ku rentangkan tubuhku di atas kasur yang empuk. Semua telah lelap. Hanya aku diterangi oleh pijaran lampu dan suara putaran kipas angin di kamarku. Ingin kupejamkan mata ini. Tiba-tiba, handphoneku bergetar. Kulihat satu pesan masuk, kubuka pesan itu yang bertuliskan :
                “Met mlm kak, nice to meet u.”
siapa ? nomornya tak tersimpan di kontakku. Aku pun membalas SMS itu.
                “Siapa nie ?”
                “yG tdi ktmu d kantin.” Balasnya.
                “Owgh, Rofisa ya ?”
                “iya, kak !”
                Keesokan harinya, di sekolah saat jam istirahat aku ke perpustakaan bersama temanku, Cindy. Aku membaca di lesehan perpustakaan. Lima menit kemudian, Rofisa berada di depanku dengan senyumnya yang manis. Konsentrasi baca ku pun hilang. Aku pun asyik mengobrol dengannya, beberapa saat kemudian kulihat disampingku ada kaki seseorang lalu kulihat wajahnya secara perlahan-lahan. “siapa ya orang ini ?” dalam hatiku. Dan ternyata penjaga perpustakaan.
                “Maaf mengganggu, hanya mengingatkan bel masuk sudah berdering.” Kata penjaga perpus.
                “Ouh, iya Pak.” Jawabku.
Kemudian beranjak dari perpustakaan kami pun balik ke kelas. Di depan perpustakaan.
                “Kak, boleh nggak aku belajar matematika sama kakak ?” Tanyanya.
                “Ouh, boleh !!” jawabku.
* * *
                Saat istirahat. Di kelas sepi, tak seorang pun di sana hanya aku sendiri yang sedang membaca buku. Pintu kelas tertutup rapat. Hening. Tak ada yang lewat. Suasana tegang. Dan “Tok…tok…tok” suara ketukan pintu kelasku. “Iya, silahkan masuk.” Pintu itu perlahan-lahan terbuka tak ada wujud siapapun. Tiba-tiba sosok orang memperlihatkannya ternyata Rofisa.
        “Kakak pikir tadi siapa !” kataku dengan melepaskan ketegangan yang ku alami tadi.
        “Hahaha sorry kak.” Katanya dan duduk di bangku sebelahku.
        “Ada apa ?” Tanya ku.
        “Aku mau Tanya PR matematikaku, kak.” Dengan mengulurkan bukunya.
Lalu aku menjelaskan dan meyelesaikan soal tersebut. Akhirnya diapun mengerti.
        “Tett…tett…ttttttttt...!!!” bel masuk pun berbunyi. Dia pun kembali kelasnya.
***
Satu minggu kemudian…
Tepatnya hari Sabtu sore, aku menonton televisi di Pos Keamanan Sekolah (PKS). Aku duduk bersama Bapak Satpam. Hari untuk berkunjung yaitu hari Jum’at, Sabtu, dan Minggu.
Beberapa saat kemudian, datanglah cowok yang mengendarai sepeda motor. Dia pun menghampiri aku dan Pak Satpam dan dia membuka helmnya. Ternyata dia temanku. Aku terkejut melihatnya. Tak kusangka cowok itu adalah dia. Akhirnya dia menyapaku, dan dia menceritakan tujuannya yaitu untuk menemui adiknya. Ternyata adiknya sekolah disini juga.
“Siapa namanya ?” tanyaku dengan heran.
“Rofisa Akbar, dia masih kelas satu.” Jawabnya.
“Ouh, aku kenal dia.” Jawabku denggan semangatnya.
Lalu ku  panggilkan adiknya di tempat pemanggilan atau pengumuman untuk siswa. Tak lama untuk menunggu dia hanya lima  menit saja. Dia pun datang. Dan memanggil abangnya. Awalnya dia tak melihat aku disamping abangnya. Beberapa saat kemudian, dia menegurku. “Ternyata ada kakak disini, maaf aku tadi nggak lihat kakak”. Tampaknya dia malu padaku mungkin karena di jenguk sama abangnya. Lalu abangnya mengenalkan aku pada adiknya.
“Kalian udah saling kenal ?” Tanya Rofisa.
“Iya Dik, kami sebelumnya pernah kenal.” Jelasku.
***
Abangnya bernama Rizky akbar. Awalnya aku kenal lewat facebook saat aku masih duduk di kelas 2 SMA dan dia kelas 3 SMA. Hubungan kami biasa saja.
Aku mengikuti olimpiade matematika tingkat provinsi dan disana aku menemukan banyak teman baru. Dan disanalah awal aku bertemu dengan Rizky. Aku pun tak menyangka. Dia mewakili sekolahnya dalam olimpiade biologi.
Awal dari pertemuan itu aku semakin dekat dengannya. Kami sering contact lewat via SMS maupun telepon.
***
Beberapa minggu kemudian.
                Di saat senja menghampiri, aku duduk di taman sekolah. Tiba-tiba seseorang menyapaku dari belakang.
“Hai Kak, sendirian aja nih ?”
“Ouh, kamu. Seperti yang kamu lihat.” Aku sibuk membaca buku yang ku pinjamkan di perpustakaan. Beberapa menit kemudian, dia berdiri di depanku dan menatapku dengan penuh keseriusan. Aku bingung.
Sesaat kemudian.
                “Kak, aku suka sama kakak !” aku terkejut mendengar itu.
Suasana hening. Diam. Hanya terdengar seruan ngaji dari masjid di sekolahku.
                “Kakak belum tau gimana perasaan Kakak sama kamu, selama ini Kakak cuman nganggap kalau hubungan kita cuman sebatas adik dan kakak saja. Nggak lebih.” Jelasku.
                Karena malam ingin menutupi senja dengan sinaran rembulan. Adzan pun berkumandang dari sudut sekolahku. Aku dan dia pun pulang.
                Keesokan harinya, abangnya pun datang lagi ke sekolahku. Rofisa memanggilku di kelas karena abangnya menungguku di Pos Keamanan Sekolah. Kemudian abangnya ingin bicara serius denganku. Singkat perbincangan kami. “Fie, aku suka sama kamu sejak awal kita ketemu di olimpiade waktu itu, gimana dengan perasaan kamu, Fie ?” Matanya yang indah. Seperti aku tertusuk oleh cintanya di hatiku ini. Aku binggung. Sejenak aku berpikir, apa yang harus kukatakan. Kemarin adiknya, hari ini abangnya. Sebenarnya rasa  ini lebih ke abangnya. Tapi tak mungkin aku katakana yang sejujurnya. Adiknya pasti marah besar dan membenciku. Sedangkan aku dan adiknya hanya baru timbul benih-benihnya.
                “Hey, kamu kenapa ?” sapanya.
                “Ga, aku sedang memikirkan sesuatu.” Jawabku.
                “Jadi gimana jawabannya ?” Tanyanya.
 Dan tiba-tiba Rofisa datang.
“Jawaban apa ?” aku terkejut dengan kedatangannya.
“Ga ada apa-apa, Dik !” Jawabku. Lalu aku pergi meninggalkan mereka.
                Kemudian abangnya meminta Rofisa untuk memberikan sebuah kado kecil yang terbugkus kertas yang berbentuk love dan sebuah surat cinta. Abangnya pun menceritakan yang sebenarnya kepada adiknya. Rofisa pun terkejut dan dia marah sekali kepada abangnya. Ternyata mereka berdua mencintai wanita yang sama. Itulah aku.
***
Libur semester pun tiba, Rofisa ingin bertemu denganku di taman kota. Dia datang lebih awal dariku. Ternyata abangnya pun mengikuti dia dari belakang dan mengintai kami dari sudut taman. Setelah aku dan Rofisa bicara panjang lebar. Dan tiba-tiba abangnya datang dengan emosi. Disitu aku terhimpit. Aku tak dapat berbuat apa-apa. Tak sanggup untuk meleraikan perkelahian adik abang ini. Akulah penyebab semua ini.
“BERHENNNTTTIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII…!!!” teriakku.
Akhirnya aku berhasil meleraikan mereka.
                “sebelumnya aku minta maaf. Gara-gara aku, kalian berdua bertengkar. Jika aku tak hadir di kehidupan kalian, mungkin hubungan kalian nggak seperti ini. Aku nggak mau menjadi penyebab hancurnya persaudaraan kalian. Jadi, hari ii aku akan menjawab perasaan kalian berdua. Siapa pun yang aku pilih, jangan ada perkelahian di antara kalian. Janji. Kalian harus ikhlas dan terima keputusanku ini. Aku tak memilih siapapun dari kalian berdua.” Jelasku.
Mereka terkejut. “Apaaaa…???” secara bersamaan.
                “Maaf aku tak bias memilih salah satu dari kalian berdua. Aku tak ingin kalian bemusuhan, karena kalian adalah keluarga. Lebih baik kita bersahabat saja ya. “ jelasku.
                “kamu benar Fie, aku pun lebih memilih adikku.” Kata Rizky.aku hanya tersenyum.
                “Maafin aku ya Bang. Aku sayang sama Abang.” Lalu Rofisa memeluk abangnya.
                “Maafin Abang juga ya, abang juga sayang sama kamu.”
Aku terharu dan bahagia. Akhirnya mereka akur kembali.
                “Makasih ya Fie, karena kamu hubungan kami lebih dekat lagi.” Kata Rizky.
Aku hanya mengangguk.
                Akhirnya hubungan kami hanya sebatas sahabat. Tak ada hati yang tersakiti. Dan tak ada yang terlukai. Persahabatan akan memperkuat hubungan kita dengan orang lain. Jadi, jagalah sahabatmu itu karena dia kamu bisa tersenyum untuk orang lain.


Written by : Putri Unayaa 

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Mengenal Imam Ibrahim Al-Bajuri

  Beliau adalah Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri bin Syeikh Muhammad al-Jizawi bin Ahmad. Beliau di lahirkan pada tahun 1198 hijriyah ( 1783 masehi ) di desa Bajur dari propinsi al-Munufiya Mesir. Beliau tumbuh dan membesar di pangkuan orang tuanya yang alim dan soleh, sebab itulah beliau senantiasa dididik dengan ilamu agama, beliau belajar al-Qur`an dan memperbaiki bacaannya kepada ayahnya sendiri. Pada tahun 1212 hijriyah beliau berangkat ke al-Azhar untuk menimba ilmu dari guru-gurunya, ketika itu umur beliau masih mencecah empat belas tahun, pada tahun 1213 hijriah ( 1798 masehi ) tentera francis telah menduduki Mesir sehingga membuat beliau keluar dari al-Azhar dan berdiam di Giza selama beberapa tahun, kemudian kembali lagi ke al-Azhar pada tahun 1216 hijriyah ( 1801 masehi ) setelah keluarnya Francis dari negeri Mesir. Guru-guru Syeikh Ibrahim al-Bajuri Di al-Azhar Imam Ibrahim al-Bajuri sangat giat dan tekun untuk belajar dari guru-guru yang ada ketika itu, beliau ...

Ketika AYAH...

Ketika Ayah sedih, aku menangis Ketika aku sedih, Ayah mengelusku Ketika Ayah lelah, aku datang mengurutmu Ketika aku lelah, Ayah menyuruhku istirahat Ketika Ayah sakit, aku menemanimu Ketika aku sakit, Ayah menjadi dokter Ketika Ayah pergi, aku sedih Ketika aku pergi, Ayah menoreh luka dihati Ketika Ayah tidur, aku terlelap disampingnya Ketika aku tidur, Ayah disampingku

Pengajar Beban atau Pengajar Uang?

Beberapa dari pengajar, mengajar merupakan beban, mengajar adalah berbagi, mengajar layaknya belajar dan mengajar hanya sebatas ilmu dibayar uang. Apakah setelah mengajar, pelajar akan memahami? Pengajar harus belajar seni, pengajar juga harus mengetahui rumor. Pengajar harus mengetahui target, siapa saja yang akan diajarkan. Mengapa? Seni dalam mengajar itu sangatlah penting, tentang bagaimana seorang pengajar menyampaikan materi yang disampaikan agar dapat dipahami dengan baik oleh pendengarnya. Kembali ke pernyataan awal, mengajar itu untuk apa? Part inilah seni mengajar sangatlah penting dan perlu di desain oleh seorang pengajar. Rumor dan humor menjadi part of important ketika progres mengajar. Agar pendengar tidak bosan dengan materi yang diajarkan. Sesekali selipkan humor yang dapat merefresh otak pendengar dan mengalihkan suasana belajar menjadi lebih santai. Pengajar juga harus mengetahui siapa yang akan ditemui ketika mengajar. Dimana pengajar dapat ...