Wanita adalah sosok istimewa
yang diciptakan oleh Allah Subhaana wa Taala dari tulang rusuk laki-laki. Setelah
datangnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wassalaam membawa risalah-Nya,
wanita yang beriman disebut sebagai Muslimah. Rasulullah shollallahu ‘alaihi
wassalaam memerdekakan wanita dari perbudakan zaman jahiliyah. Seperti kita
ketahui, pada masanya wanita benar-benar tidak punya harga diri. Wanita dieksploitasi
hanya untuk memuaskan nafsu laki-laki atau sejenisnya. Bahkan pada zaman pra
ke-Nabian wanita atau bayi-bayi wanita dibunuh karena membuat malu keluarga.
Fenomena yang tragis. Alhamdulillah, dewasa ini emansipasi wanita sudah sangat
maju. Dari mulai bidang pendidikan, kemasyarakatan, kesehatan, budaya bahkan
politik.
Islam sangat menjunjung tinggi
harkat dan martabat wanita, seperti termaktub dalam ayat 35 surat Al Ahzab: “Sesungguhnya
laki-laki dan wanita muslim, laki-laki dan wanita mukmin, laki-laki dan wanita
yang tetap dalam keta’atannya, laki-laki dan wanita yang sabar, laki-laki dan wanita
yang khusyu’, laki-laki dan wanita yang bersedekah, laki-laki dan wanita yang
berpuasa, laki-laki dan wanita yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan wanita
yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan kepada mereka
ampunan dan pahala yang besar”.
Wanita memang mendapatkan
peluang yang sama dengan laki-laki dalam banyak hal, kecuali dalam hal-hal
tertentu yang telah ditetapkan oleh syariat, seperti laki-laki wajib mencari
nafkah sedangkan wanita tidak, hukum warits, sholat Jum’at dan lain sebagainya.
Pengecualian ini sejatinya adalah bentuk pemuliaan kepada wanita. Sehingga
sebagai Muslimah sejatinya kita diberikan banyak peluangan untuk memaksimalkan
potensi diri.
Akan tetapi, dengan kemajuan
emansipasi ini apakah sudah menjadikan peran wanita signifikan dalam kehidupan
berbangsa? Seharusnya memang wanita punya konstribusi yang tinggi dalam
kemajuan atau kebangkitan sebuah negara. Fakta sejarah telah membuktikan bahwa
di balik negara atau pemerintahan yang sukses terdapat pemimpin yang sukses,
dan di belakang seorang pemimpin (laki-laki) yang sukses ada wanita yang sukses
mengantarkan suami atau anaknya menjadi pemimpin sejati. Contohnya, Rasulullah
Muhammad shollallahu ‘alaihi wassalaam yang beliau mengakui bahwa salah
satu alasan beliau mampu bertahan dalam menjalankan risalah ke-Nabian adalah
salah satunya karena dukungan dari istri tercintanya, Ummul Mukminin Khadijah radhiyaAllahu
‘anhaa, dan saat ini kita merasakan bagaimana cahaya Islam telah menyebar
luas. Membentuk tatanan sosial yang harmonis, jauh dari nilai-nilai
kejahiliahan.
Imam Syafi’i yang didik Ibunya dengan aqidah yang shahihah,
menjadikan Ulama besar ini sebagai figur ilmuan sepanjang masa. KH. Ahmad
Dahlan, atas dukungan dan kesabaran istrinya Ny. Walidah yang setia menemani
dan mendukung setiap langkah perjuangan pendiri organisasi Muhammadiyah ini,
atau artis Oki Setiana Dewi berkat dukungan dari Ibunya, artis cantik pemeran
Anna dalam film Ketika Cinta Bertasbih ini mampu berhijrah dan bertahan dalam
hijrahnya, biidznillah.
Semua ini, saya pikir tidak
jauh dari peran sukses seorang wanita sejati. Apakah dengan profesi sebagai Ibu
ataukah istri. Seperti sahabat Umar radhiyaAllahu ‘anhu dalam sebuah
nasehatnya: “Laki-laki yang sukses dapat dilihat dari dua hal, siapa Ibunya
dan atau siapa istrinya.”
Sesuai dengan sensus Badan
Pusat Statistik jumlah penduduk wanita adalah 49, 66% dan laki-laki sebesar
50,34%, sebenarnya banyak peluang bagi negara Indonesia untuk jauh lebih maju
dari keadaan seperti sekarang ini. Jika para Ibu berhasil mendidik anak-anaknya
dengan baik, maka akan lahir generasi-generasi penerus bangsa yang berkarakter
dan berakhlakul karimah, jujur dan tentu saja anti korupsi. Adapun sosok wanita yang dapat membawa pengaruh baik
kepada anak atau suaminya dengan baik adalah wanita yang mempunyai aqidah
shahihah, berpendidikan baik dan berakhlak karimah. Aqidah menjadi acuan
pertama bagaimana wanita bisa berhasil menemani anak atau suaminya menjadi
sosok berkarakter yang bisa berguna untuk keluarganya bahkan mengantarkan
bangsa menjadi bangsa yang sejahtera.
Apakah ini mungkin? Sangat
mungkin. Karena sosok Ibu sejatinya adalah figur paling dekat dengan
anak-anaknya. Bahkan sebelum anak lahir, seorang Ibu sudah bisa berkomunikasi
dengan anaknya. Memberikan stimulan-stimulan yang baik, seperti melalui cerita,
murotal dan sebagainya. Ketika lahir dan dewasa, Ibu tetap bisa mengarahkan
anak-anaknya dalam sikap-sikap terpuji. Karena bagaimanapun, seorang Ibu sejati
mempunya waktu yang memadai untuk berkomunikasi atau berdialog dengan
anak-anaknya di rumah. Menanamkan pendidikan yang baik tentang aqidah,
kemanusiaan, teknologi bahkan masa depan. Sebagai buktinya, kita bisa melihat
bahwa memang anak-anak yang baik hubungan kekeluargaannya; dekat dengan Ibunya
lebih bisa menjaga diri dari kenakalan-kenakalan remaja atau tindakan-tindakan
kriminal bahkan korupsi di kemudian hari. Karena pendidikan yang telah melekat
dengan baik, dan hubungan yang harmonis terbukti bisa menjegah dari tindakan
kejahatan.
Sama seperti pengaruh seorang
istri kepada suami. Dalam Al Qur’an pada Surat An Nisaa’ ayat 26 disebutkan
bahwa:
“Wanita-wanita yang keji
untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji untuk wanita-wanita yang
keji (pula), sedangkan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang baik, dan
laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka itu bersih
dari apa yang dituduhkan orang. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia
(surga.)”
Sehingga memang sedikit banyak
perilaku suami akan terpengaruh oleh istri. Meskipun tidak selamanya, ataupun
dalam semua aspek. Tapi kita bisa melihat secara faktual, bahwa figur-figur
pemimpin yang sukses memimpin bangsa, organisasi atau amanahnya adalah karena
ada figur istri teladan di belakangnya.
Jikapun dari awalnya seorang
suami sudah mempunyai tabi’at yang buruk, insyaAllah dengan kelembutan dan
kesabaran seorang istri bisa menjadikan suaminya mempunyai akhlak yang baik,
sehingga bisa memimpin keluarga atau instansi yang dipimpinnya dengan baik. Seperti
yang dicontohkan Pipiek istri dari Ustadz Jefri Al Buchory yang dengan izin
Allah Taala berhasil ikut mengarahkan suaminya bertaubat, kembali ke jalan yang
benar dan bahkan menjadi da’i yang dicintai ummat. Atau istri dari Ustadz Yusuf
Mansur yang setia dan sabar, sampai Allah memberikan hidayah kepadanya,
sehingga sekarang beliau menjadi pengusaha yang seorang Ustadz teladan.
Bisa kita prediksi, kalau
seluruh wanita Indonesia berhasil menjalankan amanahnya dengan baik sebagai Ibu
atau istri insyaAllah negara segera membaik dan bangkit sesuai janji Allah
Taala Indonesia bisa menjadi negara yang “baldatun thoyyibatun waRabbun
ghoffuur”
by : Novia Hikmah Nurhayati
Comments
Post a Comment