Di era kehidupan
modern sekarang siapa sih remaja yang nggak kenal dengan “pacaran”??
Yaah, pastinya hal
ini sangat akrab dengan dunia remaja. Dulu di jaman saya masih SD saya belum
mengerti dan mengenal pacaran itu seperti apa, tapi beda banget dengan jaman
sekarang bukan hanya anak SD saja tapi anak-anak yang masih duduk di Taman
Kanak-kanak pun sudah tahu pacaran itu apa dan seperti apa. Kalau bisa
ditelusuri saya ingin tahu siapa sebenarnya yang menjadi provokator tentang
pacaran dikenal oleh anak-anak yang di bawah umur, tapi kita nggak bisa
langsung mencetuskan si A dan si B atau bahkan si C juga si D. Mungkin kita
hanya bisa menyalahgunakan teknologi dan lingkungan. Ini hanya sebuah paradigma
umum saja orang-orang meyalahkan. Tapi sebenarnya simple saja, banyak yang
berpacaran mereka hanya mengikut trend saja. Mereka tidak melihat dampak dari
sesudah berpacaran tersebut. Jadi, siapa juga yang harus disalahkan sebenarnya?
Tak ada yang salah, hanya ilmu yang mereka pelajari belum bisa di aplikasikan
dengan baik dan benar. Di sebuah keluarga tugas dari kepala keluarga harus
membuat role dan harus dijalankan oleh anggota keluarganya. Untuk apa role
tersebut? Anak-anak itu butuh peraturan, agar mereka terdidik untuk disiplin
terhadap diri sendiri dan orang lain. Mereka juga diajarkan bagaimana turun ke
kehidupan yang sosialnya lebih tinggi lagi. Nah, berawal dari role yang ada
dirumah tangga anak-anak menjadi terlatih untuk bersosial kepada sesama. Jadi
apa hubungannya dengan pacaran?
Nah, dari
peraturan-peraturan yang telah ditanamkan di rumah maka anak-anak akan lebih
memahami bagaimana cara dia bersikap, mengahadapi dan memahami orang lain. Anak-anak
perlu proses dan contoh dari orang-orang yang selalu bersamanya, seperti
keluarga kecilnya. Oleh karena itu, orang tua juga memberi tahu batasan-batasan
kepada anak bagaimana cara bergaul dengan lawan jenis. Dan orang tua juga
berhak mengetahui siapa-siapa saja teman bergaul anak-anaknya. Orang tua selalu
memantau kemana pun dan dengan siapapun anaknya akan pergi. Bukan maksud dari
orang tua untuk melarang anak, tapi orang tua harus tau apapun yang terjadi
pada anaknya, karena anak itu adalah tanggungannya dan kewajibannya untuk
menjaganya. Hal seperti ini hanya sebagian kecil saja yang masih memikirkan dan
menjalankannya.
Banyak di jaman
sekarang, orang tua yang mulai sibuk dengan kehidupannya sendiri sehingga
keluarganya di nomor duakan dari pekerjaannya. Di era ini, banyaknya wanita
karir yang sebenarnya dia harus mengurus, merawat keluarga dan rumah tangganya
tapi dia lebih mementingkan pekerjaannya bahkan anak-anaknya tidak terurusi
sehingga anak-anaknya kurang kasih sayang dari kedua orang tuanya. Dan
terjadilah perilaku yang menyimpang dari norma agama, sosial dan kesehatan.
Begitulah gambaran
kehidupan di era teknologi yang semakin melunjak. Sebenarnya siapa yang harus
disalahkan? Apakah kita harus menyalahkan orang tua? Apakah harus menyalahkan
teknologi? TIDAK!!! Tapi salahkan diri sendiri, apapun yang kita lakukan
semuanya akan berdampak pula pada diri dan kehidupan kita masing-masing.
Sekarang banyak
terjadi pada anak gadis yang masih duduk di bangku SMP dan SMA yang sudah tidak
perawan lagi, mereka menyerahkan keperawanan kepada laki-laki yang bukan
mahramnya. Pada abad ini juga sudah banyak penerus bangsa yang kecanduan dan
pemakai narkoba, sehingga penjara pun banyak dihuni oleh anak bangsa. Sungguh
kasihan dan sangat disayangkan, kembali bertanya sebenarnya siapakah yang harus
disalahkan? Apa harus menyalahkan polisi? Apa harus menyuruh pemerintah untuk
menghapus hukuman-hukuman yang ada? Jikalau begitu tidak ada lagi pasal 1 ayat
3 yang bunyinya “negara ini adalah negara hukum”. Haruskah kita egois untuk
kepentingan pribadi?
Orang tua tak mau
kalah juga dengan anak-anaknya, mereka bahkan lebih sering menhadiri dan
membuat jadwal untuk selalu bisa hadir di meja hijau dengan membawa
perkara-perkara yang ada dirumah tangga. Katanya sih sudah nggak cocok lagi,
sudah nggak bisa diselesaikan lagi permasalahannya dan kami memang harus
berpisah dan itu adalah solusi yang baik buat kita berdua. Ah ! terlalu sering
kata-kata itu dikeluarkan. Padahal hanya masalah siapa yang selalu memberi uang
untuk anak, siapa yang menyekolahkan anak, dan karena sering pulang malam
sering terlintas di pikiran bahwa pasangannya sedang selingkuh. Alasan ini juga
terlalu sering untuk didengar. Nah sekarang, haruskah kita meyalahkan anak?
Flashback dari
permasalah orang tua yang sedang atau ingin bercerai, maka anak-anaknya menjadi
tidak betah dirumah dia beranggapan bahwa sudah tidak ada lagi surga dirumah
ini melainkan yang ada hanyalah neraka yang panas. Anak-anak lebih sering
belajar dan meniru tingkah laku dari orang terdekatnya apa lagi orang tuanya
sendiri. Sehingga kebanyakan anak memilih dan membuat kehidupannya sendiri,
kehidupan yang menyimpang dari nilai-nilai dan norma-nora yang berlaku. Ada
juga sebagian anak yang stres dengan kehidupan dirumahnya sehingga tak kalah
ramainya rumah sakit pun banyak yang disinggahi oleh anak-anak bangsa. Begitu
juga dengan orang tua yang terlalu lelah dengan seluruh pikiran dan tenaganya
yang di tuangkan semua untuk pekerjaannya, hanya untuk mendapatkan kehormatan,
tahta dan kekayaan yang melimpah saja.
Di era kehidupan modern sekarang siapa sih remaja yang nggak kenal dengan “pacaran”??
Comments
Post a Comment