Skip to main content

Hidup Tanpa Agama Seakan Bernafas di Ruang Hampa



Agama merupakan sebuah institusi didalamnya terdapat dustur yang dijadikan pedoman dalam melangkah untuk hidup kedepan serta mengatur kehidupan manusia yang sebelumnya buruk menjadi baik. Adapun dustur dalam sebuah agama itu berupa perintah-perintah, larangan-larangan, motivasi-motivasi, ajakan-ajakan serta petunjuk bagi orang yang mengikuti agama itu.
Dorongan manusia untuk beragama di pengaruhi oleh beberapa faktor. Yaitu pengaruh ilahi, pembebasan tekanan batin, suasana pendidikan serta aneka pengaruh sosial. Ada banyak agama di dunia ini, terbagi menjadi 2 klasifikasi, yaitu agama samai dan thabi’y. Keduanya memiliki alibi untuk menjadikan paham itu suatu agama yang mereka anut. Dalam pluralism agama ini, masing-masing memiliki ciri dan peran terhadap kehidupan mereka masing-masing.
Jadi fitrah manusia di ciptakan ke dunia untuk Bergama. Karena pada dasarnya, mereka memiliki dorongan personal untuk beragama dan menampilan eksistensi ia sebagai manusia yang di akui oleh semua orang bahkan dunia.
Setiap institusi memiliki sebuah pedoman yang menjadi tolak ukur mereka menjalankan sebuah pedoman itu agar berjalan dengan baik. Begitupun agama, agama di analogikan sebuah institusi yang memiliki pedoman dalam menjalankan kehidupan sesuai pedoman agama itu. Jika agamanya islam, maka pedoman yang di jadikan tolak ukur kehidupan adalah Al-Qur’an dan As-Sunnah. Jika agamanya Kristen, maka kitab injil yang menjadi pedoman hidup mereka. Namun pada kenyataannya dogma itu tidak sepenuhnya mereka taati. Melaksanakan sesuatu yang mereka anggap mampu dan meninggalkan bahkan membuang sesuatu yang sekiranya mereka anggap tidak mampu. Pemahaman terhadap agama yang di anut oleh setiap masyarakat Indonesia ini terasa minim. Mereka hanya beragama tanpa mengetahui esensi beragama.
Di era globalisasi ini, dunia mengalami dinamika hidup dalam berbagai aspek terutama teknologi. Orang-orang disibukkan dengan dunia teknologi yang serba canggih. Tempat ibadah yang seharusnya menjadi tempat terfavorit dalam mengarungi hidup, malah di jauhkan bahkan di hindari pada setiap waktu ibadah di laksanakan.
Orang-orang lebih semangat pergi ke ATM untuk mendapatkan uang di banding tempat ibadah yang belum tentu mendapatkan hasilnya langsung. Mereka lebih condong menginginkan sesuatu yang real di dunia. Paradigma mereka akan akhirat tidak real untuk di dunia, disebabkan hadirnya hiburan yang begitu menggoda mengguyuhkan kenikmatan semata bagi mereka para penikmat.
Kembali lagi kepada pertanyaannya, apakah agama itu perlu? tentu jawabannya agama itu SANGAT PERLU seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi maka agama itu semakin berkembang dan semakin dibutuhkan. Pada abad ke-19 dari Agus Comte mengemukakan bahwa tahap-tahap berpikir manusia itu yaitu teknologi bahwa iptek minim manusia semakin bodoh, metafisika dan positif yaitu berpikir yang tinggi bahwasanya iptek berkembang alam pun ditaklukkan. Kesimpulan dari teorinya ini bahwasanya dia mengatakan bahwa agama tidak perlu, yang diperlukan IPTEK.
Sedangkan kita dapat melihat fakta-faktanya pada saat ini di abad-21 bahwasanya iptek berkembang dan agama juga berkembang tidak hanya di Indonesia tapi diwilayah lain juga. Dan kesimpulannya adalah IPTEK maju, agama tetap perlu.
Mengapa agama diperlukan? karena agama mempunyai fungsi yaitu sebagai pembangun solidaritas sosial, penyedia makna yaitu menjawab persoalan eksistensi asal usul dan tujuan manusia, sebagai contoh sosial dalam hal menguatkan nilai-nilai dan norma-norma, pendukung perubahan sosial, serta memberi dukungan psikologis.
Tanpa agama seakan hidup ini tak ada tujuan, terlebih di era globalisasi ini semakin berkembangnya pengetahuan dan teknologi maka agama pun semakin dibutuhkan. Muncullah pemikir-pemikir islam yang berintelektual. Pada abad ini semakin banyak problema dalam dalam kehidupan dengan adanya agama, seseorang dapat menetralisirkannya. Agama sangat dibutuhkan dalam kehidupan. Diibaratkan seperti sebuah bangunan, tanpa adanya pondasi maka akan runtuh. Begitulah agama, tanpa agama maka semuanya akan runtuh.

Comments

Popular posts from this blog

Pria-ku (Telah) Pergi

Bukan maksud berlebihan Ketika orang yang selalu ada Pergi untuk selamanya Bukan maksud berlebihan Ketika orang yang sangat disayangi Sudah tak dapat meraba wajahnya lagi Bukan maksud berlebihan Ketika orang yang amat mencintai kita Pergi dan takkan kembali Meski terlihat berlebihan Tapi hiraukan paradigma itu Bahkan siapa yang ingin orang yang jelas mencintai dan menyayangi kita pergi? Bukan untuk sementara melainkan selamanya. Dialah satu-satunya pria yang saat ini tulus dengan cintanya Tanpa harap imbalan Tanpa minta balasan kasih sayang Biarpun orang yang dicintainya tak tau Bahwa setiap detik dan setiap sujudnya selalu terucap doa untuk yang dicintainya Siapa yang tak ingin kehilangannya??? Pria yang tangguh Pria yang selalu kuat Pria yang tak pernah menangis didepan yang dicintainya Kau tau pria itu? Dia adalah AYAH. Pria sejati untuk putrinya Pria yang tanpa lelah berjuang demi gadisnya Anganku pun tak mungkin ...

Ternyata Makan Upil Bagus untuk Kesehatan

Aneh Tapi Nyata - -   Dokter spesialis paru-paru asal Austria Prof Dr Friederich Bischinger pernah menyarankan orang untuk makan upil (kotoran hidungnya) sendiri karena diklaim bisa meningkatkan kekebalan tubuh. Penemuan Prof Bischinger itu sempat menjadi kontroversial. Banyak orang awam dan paramedis yang menolak mentah-mentah teori Prof Bischinger dan mengatakan teori itu tidak masuk akal. Alasannya upil adalah kotoran yang menjijikkan karena lendir kering itu justru menjadi sampah karena berbahaya masuk dalam tubuh. Jika makan upil sama saja dengan makan semua organisme atau bakteri yang harusnya dikeluarkan melalui hidung. Tapi menurut Prof Bischinger mengupil dengan menggunakan jari-jari sendiri adalah sesuatu yang sehat, menyenangkan dan lebih sesuai dengan tubuh manusia. “Mengupil dengan menggunakan jari sendiri tentunya bisa menjangkau tempat yang tidak bisa dicapai jika menggunakan sapu tangan. Selain itu juga bisa menjaga hidung agar tetap bersih,” ujar Prof Bisch...

Jika Gelar Itu Telah Kuraih...

Tidak cukup jika hanya belajar di bangku sekolah saja. Setiap orang berhak untuk menuntut ilmu setinggi mungkin. Menggapai mimpinya hingga bergelar sarjana. Banyak orang yang ingin kuliah, tapi banyak juga yang tidak mendapatkan kesempatan kuliah. Memang kesempatan ini bergantung nasib. Bukan hanya tidak dapat kuliah saja, bahkan di luar sana banyak yang putus sekolah. Ada yang mengatakan bahwa hidup ini tidak adil. Beruntunglah bagi mereka yang diberi kesempatan untuk kuliah.                 Kebanyakan anak-anak yang putus sekolah bukan karena mereka tidak cerdas melainkan karena biaya pendidikan yang sangat tinggi. Hingga setelah lulus di bangku sekolah mereka melanjutkan untuk bekerja guna membantu keluarganya, memenuhi kebutuhan.                 Berbeda dengan beberapa anak yang mendapatkan kesempatan duduk di bangku kuliah. Be...