Tetap saja ketika tempat
itu kulalui kenangan kita tak pernah mudah terhapus begitu saja dari ingatanku.
Beberapa titik dari setiap ruang selalu saja menjadi primadona tersendiri untuk
menebar senyum tipis diraut wajahku. Terbekas memang, meski kenangan bersama
orang lain pernah kulalui tapi ini berbeda dengan cara kita berdua menikmati
kota. Aku suka rindu datang ke sini, aku kadang suka mengulang adegan kecil
yang mengundang tawa antara kita. Aku terlalu suka merasuk pada kenangan lama
itu. Bagiku itu menjadi buah rinduku, mungkin. Entah apa sebabnya.
Mungkin karena kamu
begitu nyata, begitu banyak hal yang merubahkan sikapku padamu. Aku hingga
lupa, bagaimana keadaan kita sebelumnya. Dulu tak secanggung hari kemarin.
Suatu malam sebuah pesan
ingin bertemu sampailah pada handphoneku. Kukabulkan malam itu, walau
sebenarnya tak terlihat jelas alasan kuat apa untuk bertemu. Mungkin sebagai
penebus rasa. Aku datang, kau pun begitu. Yang kugambarkan dari pertemuan itu
adalah kikuk. Tak ingin menyegerakan namun ingin berlama-lama. Tapi tak tahu
harus ngapain. Malam itu seperti bukan pribadi kita.
Aku kira itu pertemuan
pertama dan terakhir kita. Ternyata salah, esok dan esoknya ada saja alasan
ataupun temu yang direncanakan. Aku heran pada diriku sendiri, seberapa
pentingnya pertemuan itu? Begitu pun dia yang menuruti inginnya. Esok dan esok
pertemuan terus berlanjut.
Suatu malam dengan
tiba-tiba aku mengundangnya untuk datang ditempat yang sama setelah itu kita
menyudahi pertemuan sembunyi ini. Pikirku begitu. Aku kira malam itu kita
menutup buku semuanya. Aku dan kamu pun berakhir ceritanya. Ternyata aku salah,
rindu kita terlalu kuat dan megah hingga prihal apapun yang mengundang kecewa,
kesal dan mungkin marah diselesaikan dengan temu sebagai pembayar rindu. Aku
menyudahi, tapi belum padanya. Hingga tak pernah terjawab kapan sebenarnya ini
tersudahi.
***
Setahun berlalu, tanpa
kabar. Hanya melewati media sosial seakan bisa memberi kabar. Sedikit tahu
kesibukannya, sedikit tahu kegiatannya. Begitulah cara kita berkomunikasi.
Sesama gengsi, sesama enggan berkabar. Ah, bertanya kabarnya? Itu bukan aku
yang sesungguhnya.
Entah bagaimana mulanya,
entah apa yang menjadi penyebabnya malam itu. Orang yang tak pernah kuduga
untuk mengirimi pesan. Basa basi dalam berkabar, hingga muncullah pertanyaan
yang mengundang penjelasan dan jawaban yang panjang dan jelas. Malam itu
membahasnya hingga larut. Tak pasti itu waktunya hingga kapan. Yang aku tau,
malam itu aku tak bisa tidur. Sebuah fakta terungkap langsung oleh yang bersangkutan.
Aku membaca kembali setiap pesan kita, ini benar atau cuma bermimpi? Ah benar
ternyata.
Aku sudah menutup
ceritanya, namun dia datang untuk sekedar bercerita. Pikirku. Ternyata tidak,
dia datang membawa janji penuh harap. Wanita mana yang tak akan pangling ketika
mendengar janji itu? Aaah selalu saja wanita banyak berharap ketika seperti
ini.
Aku tak paham, hingga
akhirnya aku menyebutnya penebar janji namun tak mampu ditepati. Lebih baik
diam tak perlu membuat orang lain berharap. Lagi dan lagi berjarak hingga enam
bulan, hal yang sama perutaraan yang sama pula kembali muncul. Seakan dia
mencari celah niat membantu, aku tak tahu niat persisnya itu seperti apa. Aku
tidak peka terhadap hal semacam itu.
Kamu, jika memang benar
ingin serius katakan langsung jangan membuat dan mengundang tanya. Aku lebih
suka orang yang langsung ke poinnya, apapun yang diinginkan dan ingin
disampaikan. Jangan hanya memancing dan pergi dengan penuh tanya. Aku bukan
orang yang peka.
Yogyakarta,
13 April 2018
22.30 WIB
Comments
Post a Comment