Skip to main content

PEREMPUAN bermuka (lebih) Ganda

Perempuan itu, menyebut nama ikatanku dalam menilai orang lain. Apakah itu layak? Bukankah kamu lebih beretika? Memahami hukum, tentunya kamu belajar tentang nilai-nilai dan norma-norma. Tapi kamu seolah tak beradab.
Apakah kakak yang sering kau agungkan itu tak mengajarkan tata krama itu padamu?
Aku tak suka kau yang suka merendahkan orang lain.

Kau menganggapku tak dewasa?
Bahkan kau yang terlalu kekanak-kanakan.
Mainmu terlalu picik dan lebih dari licik.
Bukan cerdik atau cerdas.
Ah, kita tak sederet untuk melawan.
Lawanku bukan orang sepertimu, mungkin kau terlalu rendahan (maaf).
Kau suka memancing orang demi kemenangan yang kau terima.
Aku peduli? Tidak!



Tapi kenapa aku tau dan paham? Bukankah aku berarti peduli?
Bukan.. bukan itu jawabannya.
Karena kau memamerkan hal itu yang membuatku terganggu dengan bisingan jemari tanganmu untuk mengetik kata demi kata sindiran untukku.
Aku berdiam kau semakin mencari celah.
Aku celoteh kau seakan bangga, targetmu mulai berkutik.
Padahal tak pun ada niatku begitu.
Tapi kau, menjelekkan nama orang dihadapan orang lain.
Kau tak tahu apapun tentangku.
Jangan berpura-pura sok tahu.
Covermu terlalu munafik menjadi perempuan.
Perisai bodoh, dengan ucapan dari mulutmu tanpa spasi dan titik. Seakan menyeru agar dunia mengerti bahwa kau selalu benar?
Manusia macam apa kau itu? Terlalu memunafikan diri.
Bermuka berapa yang kau punya?
Ah, sok manis didepan orang yang kau kasihi? Pakai pemanis apa? Bumbu dapur? Perlukah kucampurkan dengan cabai rawit? Agar lebih manis lagi ucapanmu itu yang tanpa jeda.
Bersikaplah anggun, jika kau membawa nama ikatan. Ah, mana mungkin kau bertingkah begitu. Tingkahmu pada lawan jenis seperti orang terserang ulat bulu. Lari sana lari sini, seakan tanpa batas kau merangkul orang. Ketawamu terlalu munafik. Senyummu apalagi, sangat munafik.
Kau tahu celoteh orang tentang mu di luar sana? Sampai telingaku pun kesampaian.
Bukan aku menguping, tapi memang sampai saja pesan jelek tentang mu.
Tapi kau? Tak sadar diri!
Seakan-akan kau baik? Wanita yang kuat? Wanita yang tegar?
Shiit, kemunafikan apalagi yang sedang kau rangkai?
Punya cermin? Silahkan berkaca!
Pantas tidak kah bersikap seolah-olah kau benar dan terpandai dimuka bumi ini?
Ah, kau cuma bisa merengek dibawah ketiak ayahmu.
Cuma bisa mengadu? Menceritakan hal menyedihkan dalam hidupmu?
Kau berceloteh ini semua karena aku sudah kehilangan orang yang aku cinta?
Kau mencari alasan dan berharap belas kasihan orang lain?
Ah, itu teknik jadul sudah tak diterapkan lagi di abad 21 ini.
Sudahlah kau sekali saja merendah dengan sikapmu yang terlalu tinggi. Hargai orang lain.
Toh perasaan itu lumrah. Kau jauh lebih kejam, memaksa orangbuntuk mencintaimu dengan paksa. Sehingga dia berbelas kasihan.
Wah itu cuma akal licik mu yang bodoh.
Lalu kau menjelekkan aku di hadapannya?
Dasar, katanya mahasiswa dan katanya pinter hukum. Norma agama saja tak kau jalani.
Itu yang dinamakan mahasiswa, yang memakai nama ikatan seperti itu?

Comments

Popular posts from this blog

Mengenal Imam Ibrahim Al-Bajuri

  Beliau adalah Burhanuddin Ibrahim al-Bajuri bin Syeikh Muhammad al-Jizawi bin Ahmad. Beliau di lahirkan pada tahun 1198 hijriyah ( 1783 masehi ) di desa Bajur dari propinsi al-Munufiya Mesir. Beliau tumbuh dan membesar di pangkuan orang tuanya yang alim dan soleh, sebab itulah beliau senantiasa dididik dengan ilamu agama, beliau belajar al-Qur`an dan memperbaiki bacaannya kepada ayahnya sendiri. Pada tahun 1212 hijriyah beliau berangkat ke al-Azhar untuk menimba ilmu dari guru-gurunya, ketika itu umur beliau masih mencecah empat belas tahun, pada tahun 1213 hijriah ( 1798 masehi ) tentera francis telah menduduki Mesir sehingga membuat beliau keluar dari al-Azhar dan berdiam di Giza selama beberapa tahun, kemudian kembali lagi ke al-Azhar pada tahun 1216 hijriyah ( 1801 masehi ) setelah keluarnya Francis dari negeri Mesir. Guru-guru Syeikh Ibrahim al-Bajuri Di al-Azhar Imam Ibrahim al-Bajuri sangat giat dan tekun untuk belajar dari guru-guru yang ada ketika itu, beliau ...

Ketika AYAH...

Ketika Ayah sedih, aku menangis Ketika aku sedih, Ayah mengelusku Ketika Ayah lelah, aku datang mengurutmu Ketika aku lelah, Ayah menyuruhku istirahat Ketika Ayah sakit, aku menemanimu Ketika aku sakit, Ayah menjadi dokter Ketika Ayah pergi, aku sedih Ketika aku pergi, Ayah menoreh luka dihati Ketika Ayah tidur, aku terlelap disampingnya Ketika aku tidur, Ayah disampingku

Pengajar Beban atau Pengajar Uang?

Beberapa dari pengajar, mengajar merupakan beban, mengajar adalah berbagi, mengajar layaknya belajar dan mengajar hanya sebatas ilmu dibayar uang. Apakah setelah mengajar, pelajar akan memahami? Pengajar harus belajar seni, pengajar juga harus mengetahui rumor. Pengajar harus mengetahui target, siapa saja yang akan diajarkan. Mengapa? Seni dalam mengajar itu sangatlah penting, tentang bagaimana seorang pengajar menyampaikan materi yang disampaikan agar dapat dipahami dengan baik oleh pendengarnya. Kembali ke pernyataan awal, mengajar itu untuk apa? Part inilah seni mengajar sangatlah penting dan perlu di desain oleh seorang pengajar. Rumor dan humor menjadi part of important ketika progres mengajar. Agar pendengar tidak bosan dengan materi yang diajarkan. Sesekali selipkan humor yang dapat merefresh otak pendengar dan mengalihkan suasana belajar menjadi lebih santai. Pengajar juga harus mengetahui siapa yang akan ditemui ketika mengajar. Dimana pengajar dapat ...