Skip to main content

Tuan dan Nona



Nona...
Sedang apa kau di sudut ruangan itu ?
Memikirkan dan merindukan si Tuan-mu?
Nona...
Sudah larut begini, mengapa kau tetap egois dengan membolak-balikkan layar di handphonemu itu?
Mencari tau aktivitas apa yang dilakukan Tuan-mu?
Mengapa kau tak tanya langsung padanya?
Nona...
Mengapa harus menunggu?
Jika Tuan-mu tak memikirkanmu bagaimana?
Jika Tuan-mu bahkan bisa tertawa riang di luar sana, sedangkan dirimu berteduh di sudut kamarmu itu. Apa kamu tidak ingin untuk melupakannya?
Nona...
Kau terlalu sering tidur hingga larut malam. Itu pun yang kau pikirkan hanya Tuan-mu.
Bagiku rasanya kau terlalu egois pada dirimu, tubuhmu ingin istirahat tapi hatimu selalu mengusik akan dirinya.
 Aku sering melihatmu di sudut manapun jika kau sedang menyendiri, kadang kau meneteskan air matamu itu.
Bahkan aku sempat curiga, sesuatu hal buruk yang terjadi padamu.
Ketika kau pergi aku melihat buku harian yang sering kau bawa untuk kau tuliskan itu.
Di sana aku menemukan apa yang sedang kau pikirkan.
Ternyata beberapa halaman cerita yang kau tulis itu tentang Tuan-mu.
Apakah penyakitmu kini adalah merindu Tuan-mu ?
Kulihat kau setiap harinya terlihat riang dan ceria.
Kau pun datang dan menyapa setiap orang dengan senyuman manismu itu.
Tak pun terlihat di raut wajahmu itu ada segores penyakit rindu dan kesenduan di hatimu, Nona.
Hingga aku tak percaya ketika bertemu denganmu di khalayak ramai dan ketika ku melihatmu sendiri.
Ketika orang lain datang padamu dengan membawa sejumlah masalah mereka, kau pun menyambut mereka dengan hangat.
Kau siap untuk mendengar cerita dan keluhan mereka, walau mereka sejujurnya tak tau apa yang sedang mengusik di hatimu. Pun kalau dilihat masalahmu cukup besar juga, Nona.
Tapi itulah dirimu, Nona.
Kadang kau tak memikirkan dirimu, melainkan lebih mementingkan diri orang lain.


Tuan,
Aku hanya ingin berkata tentang Nona-mu ini.
Dia merindukanmu.
Tuan, dirimulah yang menjadi pokok pikiran utama si Nona.
Didepanmu mungkin dia terlihat cuek padamu, tak mendekatimu, jarang berkomunikasi denganmu dan rasanya seperti menjauh.
Tapi, pahamilah itu Tuan.
Dia sedang belajar dari dirimu, Tuan.
Dia berpikir itu adalah cara untuk menjaga perasaannya dan menjaga rindu yang semakin memanas di hatinya.
Pikirannya tak lain hanyalah dikau saja, Tuan.
Meski dia pemalu, dia sejujurnya mencari tau aktivitasmu.
Terlihat gengsi memang, tapi dia tak berani bertanya langsung padamu, Tuan.
Meski kalian sudah tau tentang perasaan masing-masing.
Tapi dia tak ingin terlihat aneh di depanmu. Dia hanya sedang menciptakan suasana yang normal antara kalian.
Tuan, aku rasa Nona ini merasa nyaman ketika bersamamu.
Yang kukenal darinya adalah dia adalah orang yang menjaga cintanya, ketika dia mencintai seseorang dia sangat mencintai orang itu. Dia tidak mudah untuk jatuh cinta, dia memiliki alasan, dasar dan landasan mengapa dia memperjuangkan orang yang dicintainya.
Tapi aku tak tau Tuan, jika kau bertanya padaku. Apakah kau orang yang dicintai si Nona ?
Tuan, mungkin kau bisa bertanya langsung pada si Nona, hampiri dia yang sedang gila merindu akan dirimu.
Aah bahasaku terlalu berlebihan sepertinya.
Tuan dan Nona.

-Hida Unayaa-


Comments

Popular posts from this blog

Sejarah Meulaboh, “…di siko lah kito belaboh… “

Meulaboh, Kota yang pernah terkenal karena bencana tsunami 2004 yang meluluh lantakkan sebagian besar kehidupan sosial dan infrastruktur kotanya. Kini Meulaboh hadir sebagai kota yang tengah membangun, membangun kembali jati dirinya sebagai sebuah kota yang mempunyai sejarah panjang sebagai salah satu identitas keberagaman yang ada di Aceh. Meulaboh juga kembali hadir sebagai sebuah kota yang ingin merubah pandangan dari kota penuh mistik menjadi kota penuh karakteristik.. dan pastinya Meulaboh juga hadir dalam deretan tulisan saya mengenai Aceh . Setelah mendapat respon yang positif dari tulisan Banda Aceh (Menyusuri Sejarah kota Banda Aceh) , Lhokseumawe (Lhokseumawe, Sejarah dan Kenangan yang Terlupakan) , Lamno (Pesona Lamno, Pesona Wanita Bermata Biru) dan Sabang (Sabang, dari Nol Kilometer, hingga Jutaan Keindahan) . Kini penelusuran sejarah akan menjejakkan kaki dan penanya ke sebuah kota tempat lahirnya Sang Pahlawan, Teuku Umar. Setelah membuka 3 buah buku tentang se

Era Modern Pola Pikir juga Berubah

Di era kehidupan modern sekarang siapa sih remaja yang nggak kenal dengan “pacaran”??         Yaah, pastinya hal ini sangat akrab dengan dunia remaja. Dulu di jaman saya masih SD saya belum mengerti dan mengenal pacaran itu seperti apa, tapi beda banget dengan jaman sekarang bukan hanya anak SD saja tapi anak-anak yang masih duduk di Taman Kanak-kanak pun sudah tahu pacaran itu apa dan seperti apa. Kalau bisa ditelusuri saya ingin tahu siapa sebenarnya yang menjadi provokator tentang pacaran dikenal oleh anak-anak yang di bawah umur, tapi kita nggak bisa langsung mencetuskan si A dan si B atau bahkan si C juga si D. Mungkin kita hanya bisa menyalahgunakan teknologi dan lingkungan. Ini hanya sebuah paradigma umum saja orang-orang meyalahkan. Tapi sebenarnya simple saja, banyak yang berpacaran mereka hanya mengikut trend saja. Mereka tidak melihat dampak dari sesudah berpacaran tersebut. Jadi, siapa juga yang harus disalahkan sebenarnya? Tak ada yang salah, hanya ilmu yang mereka p

Kenangan Lama

Tetap saja ketika tempat itu kulalui kenangan kita tak pernah mudah terhapus begitu saja dari ingatanku. Beberapa titik dari setiap ruang selalu saja menjadi primadona tersendiri untuk menebar senyum tipis diraut wajahku. Terbekas memang, meski kenangan bersama orang lain pernah kulalui tapi ini berbeda dengan cara kita berdua menikmati kota. Aku suka rindu datang ke sini, aku kadang suka mengulang adegan kecil yang mengundang tawa antara kita. Aku terlalu suka merasuk pada kenangan lama itu. Bagiku itu menjadi buah rinduku, mungkin. Entah apa sebabnya. Mungkin karena kamu begitu nyata, begitu banyak hal yang merubahkan sikapku padamu. Aku hingga lupa, bagaimana keadaan kita sebelumnya. Dulu tak secanggung hari kemarin. Suatu malam sebuah pesan ingin bertemu sampailah pada handphoneku. Kukabulkan malam itu, walau sebenarnya tak terlihat jelas alasan kuat apa untuk bertemu. Mungkin sebagai penebus rasa. Aku datang, kau pun begitu. Yang kugambarkan dari pertemuan itu adalah kikuk