Tetap saja ketika tempat itu kulalui kenangan kita tak pernah mudah terhapus begitu saja dari ingatanku. Beberapa titik dari setiap ruang selalu saja menjadi primadona tersendiri untuk menebar senyum tipis diraut wajahku. Terbekas memang, meski kenangan bersama orang lain pernah kulalui tapi ini berbeda dengan cara kita berdua menikmati kota. Aku suka rindu datang ke sini, aku kadang suka mengulang adegan kecil yang mengundang tawa antara kita. Aku terlalu suka merasuk pada kenangan lama itu. Bagiku itu menjadi buah rinduku, mungkin. Entah apa sebabnya. Mungkin karena kamu begitu nyata, begitu banyak hal yang merubahkan sikapku padamu. Aku hingga lupa, bagaimana keadaan kita sebelumnya. Dulu tak secanggung hari kemarin. Suatu malam sebuah pesan ingin bertemu sampailah pada handphoneku. Kukabulkan malam itu, walau sebenarnya tak terlihat jelas alasan kuat apa untuk bertemu. Mungkin sebagai penebus rasa. Aku datang, kau pun begitu. Yang kugambarkan dari pertemuan itu adalah kikuk
“Menulis adalah suatu cara untuk bicara, suatu cara untuk berkata, suatu cara untuk menyapa, suatu cara untuk menyentuh seseorang yang lain entah di mana. Cara itulah yang bermacam-macam dan di sanalah harga kreativitas ditimbang-timbang.” (Seno Gumira Ajidarma, Ketika Jurnalisme Dibungkam Sastra Harus Bicara)